Mini Report: Comparative Study of Architectural Styles as a Representation of Cultural Identity in Kalimantan

Mini Report: Comparative Study of Architectural Styles as a Representation of Cultural Identity in Kalimantan
Joseph Saint Cathedral / Foto: Istimewa

JAKARTA - Arsitektur Nusantara adalah wujud fisik kebudayaan manusia yang memiliki dimensi fungsi sebagai wadah atau alat yang bermakna dalam kehidupan manusia. Arsitektur tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung,tetapi juga mengandung nilai-nilai simbolik,sosial,dan spiritual yang menjadi tolak ukur tinggi rendahnya kebudayan suatu masyarakat (Haryadi, 2010). 

Kebudayaan arsitektur nusantara yang memiliki keunggulan dan berpijak pada kearifan lokal sehingga dapat memberikan makna bagi kehidupan masyarakat Indonesia (Prijotomo, 2006).Karya arsitektur nusantara diukur dari perspektif filsafat manusia, sehingga dapat diketahui adanya nilai-nilai religius yang mendasari setiap bentuk serta tata ruangnya. Hal ini sesuai dengan pemikiran (Antariksa, 2009) bahwa arsitektur tradisional Indonesia merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya,spiritualitas, dan pandangan hidup masyarakat. 

Konsep ruang yang menjadi dasar dalam penataan ruang luar dan ruang dalam selalu berpijak pada orientasi kehidupan manusia selaras dengan nilai religius seperti ajaran Islam dalam masyarakat melayu atau nilai kosmologis masyarakat Dayak (Budihardjo, 1997) (Wulandari, 2011). Beberapa hal yang dapat dikesimpulan dari penataan ruang tersebut terdapat beberapa faktor perbedaan cara pandang dan pada setiap bentuk arsitektur Nusantara ini, karena latar belakang kebudayaan serta lingkungan sehingga terjadi perbedaan pada daerah tersebut.

Kalimantan dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam, termasuk dalam bidang arsitektur. Arsitektur Nusantara Kalimantan lahir dari cara hidup masyarakatnya yang dekat dengan alam, terutama hutan dan sungai yang menjadi sumber utama (Wulandari, 2011).Hal ini bisa dilihat dari bentuk rumah tradisionalnya seperti Rumah Betang atau Rumah Panjang, yang menggambarkan semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat Dayak (Antariksa, 2009).

Desain rumah tradisional di Kalimantan juga menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Struktur rumah panggung dibuat untuk menghindari banjir dan serangan binatang, sementara atap yang besar membantu melindungi dari panas dan hujan daerah tropis (Budihardjo, 1997).Tidak hanya berfungsi secara praktis, arsitektur ini juga mengandung nilai simbolis dan filosofi yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan kepercayaan spiritual mereka (Prijotomo, 2006).

Di era modern seperti sekarang, bentuk arsitektur tradisional Kalimantan mulai menjadi inspirasi dalam desain bangunan yang lebih kontemporer dan modern. Pelestarian nilai-nilai lokal ini penting agar warisan budaya tetap hidup dan bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan identitasnya. 

Melalui pemahaman terhadap arsitektur Nusantara Kalimantan, kita bisa belajar bagaimana nilai budaya, lingkungan, dan teknologi dapat berjalan berdampingan dalam menciptakan arsitektur yang berkelanjutan. Dengan menjaga dan menginterpretasikan elemen-elemen arsitektur tradisional secara kreatif, kita tidak hanya menghormati sejarah dan leluhur, tetapi juga menciptakan ruang hidup yang selaras dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat modern.

A. Arsitektur Nusantara

1. Rumah Betang

Rumah Betang merupakan rumah tradisional suku Dayak di Kalimantan yang berbentuk memanjang dan berdiri di atas tiang-tiang tinggi untuk menghindari banjir. Rumah ini dibuat dari kayu ulin yang kuat dan beratap sirap atau rumbia. Selain sebagai tempat tinggal, Rumah Betang melambangkan nilai sosial masyarakat Dayak seperti, kebersamaan, gotong royong dan persatuan masyarakat Dayak dalam satu atap (Antariksa, 2009).

Bangunan ini juga sebagai cerminan hubungan harmonis antara manusia dengan alam, dimana seperti yang dijelaskan Rapoport  (Haryadi, 2010) ,bahwa arsitektur tradisional terbentuk dari kebutuhan, lingkungan, dan budaya yang saling berinteraksi. Tidak ada waktu yang pasti pada tahun berapa rumah betang dibangun, karena pada dasarnya Rumah Betang di Kalimantan merupakan warisan arsitektur tradisional suku dayak yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka, diperkirakan sudah ada ratusan tahun sebelum masa kolonial.

Gambar 1. Rumah Betang

2. Rumah Palimbang

Rumah Palimbang merupakan salah satu rumah tradisional khas Kalimantan Selatan yang mencerminkan budaya suku Banjar. Rumah ini biasanya dibangun di tepi sungai dengan struktur panggung tinggi dari kayu ulin agar tahan terhadap banjir dan kelembaban. Ciri khasnya terdapat pada bentuk atap pelana yang memanjang dan ukiran halus pada bagian dinding serta tiang menunjukkan kedudukan sosial penghuninya. Rumah Palimbang menjadi perpaduan antara fungsi, keindahan, dan makna simbolik yang merepresentasikan nilai budaya banjar yang religius dan estetik (Budihardjo, 1997).

Gambar 2. Rumah Palimbang

B. Bangunan Klasik

1. Istana Kadariah Kesultanan Pontianak

Didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie pada tahun 1771. Bangunan ini terletak di tepi Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, dan menjadi pusat pemerintahan serta tempat tinggal sultan. Arsitekturnya memadukan gaya Melayu, Eropa, dan Timur Tengah dengan dominasi warna kuning keemasan yang melambangkan kejayaan dan kemuliaan. Perpaduan tiga gaya ini menggambarkan proses alkulturasi budaya akibat hubugan dagang dan diplomasi dengan bangsa lain yang berkembang di pontianak pada abad ke-18. Bangunan ini sebagai representasi identitas masyarakat melayu di kalimantan barat, yang terbuka terhadap pengaruh luar namun tetap bisa menjaga ciri khas lokal.

Gambar 3. Istana Kadariah Kesultanan Pontianak

2. Museum Kesultanan Bulungan

Museum Kesultanan Bulungan terletak di Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Dahulu bangunan ini merupakan istana Kesultanan Bulungan, yang menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan di masa lalu. Kini, museum ini menyimpan berbagai peninggalan bersejarah seperti perhiasan, senjata tradisional, dan dokumen kesultanan. Arsitekturnya mencerminkan perpaduan gaya tradisional Melayu dan kolonial, di mana simbol-simbol kekuasaan lokal tetap dipertahankan namun disesuaikan dengan teknik konstruksi baru. Hal ini memperlihatkan kemampuan masyarakat Bulungan dalam menyerap pengaruh luar tanpa kehilangan jati diri budayanya.

Gambar 4. Museum Kesultanan Bulungan

C. Bangunan Neo-Klasik

1. Museum Negeri Mulawarman

Bangunan ini terletak di Tenggarong, Kalimantan Timur, dan dulunya merupakan Istana Kesultanan Kutai Kartanegara. kemudian diubah fungsi menjadi museum atau pusat pelestarian sejarah dan budaya daerah. Arsitekturnya memadukan gaya tradisional Kalimantan dengan sentuhan kolonial Eropa dan tradisional kutai. Bangunan ini memiliki pilar-pilar yang besar dan tinggi untuk mencerminkan kejayaan dan kemegahan kesultanan. Serta mempertahankan elemen asli bekas istana yang menggambarkan simbol keberlanjutan sejarah antara masa kerajaan dengan modern.

Gambar 5. Museum Negeri Mulawarman

2. Joseph Saint Cathedral

Katedral Santo Yosef Pontianak adalah gereja Katolik terbesar di Kalimantan, terletak di pusat Kota Pontianak. Katedral ini merupakan salah satu contoh arsitektur modern di Kalimantan yang tetap merepresentasikan nilai spiritual dan simbolisme budaya. Dengan atap tinggi menjulang dan bentuk salib besar di puncak bangunan, gereja ini menampilkan ekspresi arsitektur kontemporer yang fungsional namun tetap sakral. Dalam konteks identitas budaya Kalimantan, Katedral Santo Yosef menjadi representasi keberagaman dan toleransi, menegaskan bahwa identitas arsitektur di Kalimantan berkembang secara inklusif tidak hanya berdasar etnis atau agama tertentu, melainkan juga menyerap nilai-nilai universal kemanusiaan.

Gambar 6. Joseph Saint Cathedral

Berdasarkan analisis komprehensif terhadap yang telah kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa terdapat pola atau temuan signifikan yang dapat diringkas secara efektif. Temuan-temuan utama ini disajikan secara ringkas dalam tabel berikut:

Berdasarkan hasil data yang kami kumpulkan dari beberapa bangunan representatif di Kalimantan,terlihat bahwa setiap gaya arsitektur mencerminkan identitas budaya masyarakatnya. Rumah betang yang merupakan bangunan tradisional suku menunjukkan konsep arsitektur yang terhubung dengan alam. Struktur panggung dari kayu ulin berfungsi untuk menghindari banjir dan serangan binatang liar,selain itu juga memiliki makna simbolis sebagai lambang nilai kebersamaan dan semangat hidup berdampingan dalam satu atap (Hamidah, 2014).

Hal sama juga terlihat pada bangunan rumah Palimbang khas suku banjar yang menampilkan ciri khas ukiran indah dan atap pelana panjang, menunjukkan keindahan, kehormatan, dan nilai sosial masyarakat Banjar. Kedua bangunan ini mencerminkan bagaimana masyarakat Kalimantan menyesuaikan diri dengan kondisi geografis sekaligus menanamkan nilai budaya dan spiritual dalam bentuk ruang.

Sementara itu arsitektur pada masa kerajaan seperti Istana Kadariah dan Museum Kesultanan Bulungan, dimana mulai masuknya pengaruh gaya dari luar, seperti gaya melayu,timur tengah,dan kolonial Eropa.menunjukkan adanya akulturasi budaya ,namun unsur lokal tetap tampak dari penggunaan material lokal dan tata ruang yang disesuaikan dengan iklim serta adat setempat.dalam hal (Soedigdo, 2010),menjelaskan bahwa akulturasi ini sebagi upaya arsitektur regionalisme untuk menggabungkan nilai tradisional dengan modern agar tetap sesuai dengan budaya lingkungan,ini Ini memperlihatkan bahwa masyarakat kalimantan memiliki kemampuan beradaptasi tanpa menghilangkan budaya aslinya.

Sementara itu, bangunan bergaya neo-klasik dan modern seperti Museum Negeri Mulawarman dan Katedral Santo Yosef menunjukkan pergeseran pola pikir masyarakat menuju era modern, tanpa meninggalkan nilai spiritual dan simbolik. Desainnya memperlihatkan keseimbangan antara fungsi, teknologi, dan nilai-nilai budaya, mencerminkan pemahaman baru terhadap konsep arsitektur Nusantara yang adaptif terhadap zaman. 

Secara logis, hubungan antar bangunan menunjukkan adanya kesinambungan antara arsitektur tradisional, kolonial, dan modern di Kalimantan. Tradisi lokal menjadi dasar dalam membangun identitas, sedangkan pengaruh luar memperkaya ekspresi visual dan teknologinya. Dari perspektif budaya, arsitektur Kalimantan tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal atau simbol kekuasaan, tetapi juga sebagai media komunikasi nilai sosial, spiritual, dan ekologis masyarakatnya.

Kesimpulan

Kalimantan merupakan daerah yang masih terasa sangat kental budaya nya, seiring perkembangan zaman terjadilah akulturasi budaya. Akulturasi budaya ini terjadi dengan tujuan untuk melestarikan budaya yang ada, dengan adanya inovasi terbaru bertujuan untuk menarik perhatian para generasi baru, karena budaya tetap harus dilestarikan. Tiap jenis arsitektur baik tradisional, kolonial, maupun modern merupakan wakil dari nilai-nilai budaya, spiritual, dan ekologis masyarakat Kalimantan yang terus berkembang namun tetap mengakar lokal. Bangunan dan rumah tradisional seperti Rumah Betang and Rumah Palimbang mengacu kepada ikatan yang kuat terhadap lingkungan dan kepentingan dalam kebersamaan, dan bangunan dari masa kerajaan seperti Istana Kadariah dan Museum Kesultanan Bulungan menunjukkan akulturasi budaya yang harmonis antara elemen lokal dan pengaruh budaya asing. 

Di sisi lain, bangunan bergaya modern seperti Museum Negeri Mulawarman dan Katedral Santo Yosef menandakan pergeseran menuju pemikiran arsitektur yang lebih fungsional dan adaptif terhadap perkembangan zaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai simbolik yang diwariskan. Konsistensi antara ketiga tahap arsitektur tersebut menunjukkan kemampuan yang tinggi dari masyarakat Kalimantan dalam mengintegrasikan tradisi dan inovasi secara berimbang, menjadikan arsitektur sebagai media pelestarian budaya sekaligus sarana ekspresi dan adaptasi terhadap perubahan sosial, teknologi, dan lingkungan.

Dosen: Amanda Rosetia, Ph.D

Tim Penulis Mahasiswa Universitas Internasional Batam: Syakira Julfaniza Humairah, Faqih Bintang Haqqani, Muhammad Ridho Wirajaya, Reza Amanda, Raia Anugrah, Jane Callista, Eko Prasetio

Reference

Antariksa. (2009). Arsitektur Tradisional Indonesia dan Nilai-Nilai Budaya yang Terkandung di Dalamnya. Malang: Universitas Brawijaya.

Budihardjo, E. (1997). Arsitektur dan Kota di Indonesia. Bandung: Alumni.

Hamidah, N. &. (2014). Studi Arsitektur Rumah Betang Kalimantan Tengah.

Haryadi, B. &. (2010). Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku: Pengantar ke Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prijotomo, J. (2006). Arsitektur Nusantara: Menuju Keniscayaan. Surabaya: ITS Press.

Soedigdo, D. (2010). Arsitektur Regionalisme (Tradisional Modern).

Wulandari, A. (2011). Makna Ruang dalam Arsitektur Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index